Minggu, 21 Februari 2016

Memantaskan 8



Ja(t)uh cinta!

            “Fi…”
            “Ya?” Suaranya begitu datar, acuh tak acuh mendengar ceritaku.
            Seperti biasa, di setiap malam, ketika hati mulai merasa tak nyaman, aku selalu bercerita pada Fifi, teman sekamarku. Namun seperti biasa juga, sikapnya yang cuek dan hobinya yang suka nonton film drama korea sampai larut malam, aku yang sudah bercerita panjang kali lebar, tak ditanggapinya. :D
            Tak melulu diacuhkan, kadang diam-diam dia pun peduli dan sedikit berkomentar.
            “Terus maunya gimana? Galau mulu…”
            Duh, maaf! Terkadang kalau untuk urusan yang satu ini, hati memang sulit untuk memilih.
            “Deg-degan…” Satu kata itu yang hanya bisa keluar dari mulut ini.
            “Ah lu mah, emang sifat lu itu keukeh ya! Sudah ada beberapa laki-laki yang datang, tapi tetap, ja(t)uhnya sama yang pertama.”
            Hihi, cewek kan gitu yah. Ibarat kan belanja, sudah naksir di toko pertama, tapi mencoba untuk mencari (lagi) di toko yang lain, eh ujung-ujungnya balik lagi ke toko pertama :D
            Tapi ini beda, bukan masalah belanja. Ini masalah ja(t)uh cinta!
            Ah… Mengapa serumit ini.
            Pada dasarnya ketika kita jatuh cinta, hanya ada dua pilihan: halalkan atau tinggalkan. Lalu mengapa harus mempersulit diri. Kalau kamu memang jatuh cinta padanya, namun kamu belum mampu untuk menghalalkannya, yowes tinggalin. Toh, bukti cinta yang sesungguhnya itu cuma menikah.
            Dan untuk kamu yang sudah siap, segeralah menikah, jangan nunggu mapan. Daripada perempuan yang kamu taksir disamber orang, hehehe.
            Namun ada seorang laki-laki yang bertanya kepada saya. Kira-kira seperti ini.
            “Saya siap menikah. Menikah di KUA lalu walimah seadanya. Ada perempuan yang sanggup seperti itu? Nggak ada! Perempuan itu selalu ribut untuk minta nikah, tapi giliran saya bilang gitu, nggak ada yang mau. Wajar kalau laki-laki nunggu mapan, karena menikah itu nggak cukup dengan 30 juta!”
            Tuhkaan… Jadi gue yang kena. Haha
            Intinya tuh gini “Sebaik-baiknya wanita adalah yang tidak mempersulit prianya. Tapi sebaik-baiknya pria adalah dia yang memberikan yang terbaik untuk wanitanya.” #UdahGituAja.  
Oke skip dulu masalah ini. Nggak mau berkomentar terlalu banyak untuk takaran “mapan.” Karena setiap orang pasti punya persepsi yang berbeda-beda.
           
            “Terus orang mana yang buat lu deg-degan itu.”
            “You know me lah yaa…” Aku nyengir kuda.
“Tapi orang tuanya kayanya nggak suka sama gue deh.” Lanjutku sambil ikutan nonton drama korea.
“Kalau dia beneran cinta sama lo, pasti dia bakal memperjuangin lo termasuk dengan orang tuanya. Mending lo tidur, biar galau lo ilang!”
“Siap! Haha.” Aku segera mengikuti sarannya, rebahan, lalu tarik selimut. Waktu telah menunjukkan pukul 01:30 WIB.
            Ah… Fifi, tidurlah… Drama itu bisa dilanjutkan esok hari.
***

Mencintaimu dalam diam, dengan takaran sewajarnya
Ketika ja(t)uh cinta pada seseorang, cara terbaik adalah diam, menyimpan rasa ini sampai batas waktu yang belum diketahui.
Percaya, rencana-Nya jauh lebih indah. Kamu bisa dipertemukan, lalu dipisahkan dan akhirnya di pertemukan lagi. Dengan perasaan yang tetap sama, namun tak sebesar dulu. Atau kamu sudah mengenalnya cukup lama tanpa perasaan apapun, namun Dia dengan tiba-tiba memberikan rasa itu. Ah, ternyata masih ada “the power of doa.” Masih bisa menyelipkan namanya disetiap sujud. Entah berjodoh atau tidak, setidaknya sudah berusaha, dalam doa. Tuhan, Jodohkan!

Simpang Cilegon, 191215

Tidak ada komentar:

Posting Komentar