Jumat, 29 April 2016

Memantaskan 9

Dia, Si Pengganggu

                Cinta…
                Apa kabar?
                Semoga dirimu baik-baik saja
                Hati? Insya Allah sehat
                Asalkan jangan ada dusta diantara kita *eaaa hahaha

                Sore itu di kampus tercinta…
Rasanya aku sudah lama sekali tak bertemu dengan Rani, teman kuliahku dulu. By the way, sekarang aku sudah lulus kuliah loh. Yippiee akhirnya bisa memberikan kado terindah untuk ke dua orang tua hehe. Lalu, hati apa kabar? Sehat! 100 kali lipat lebih sehat dibanding sebelum-sebelumnya. Hahaha. Aku senang, bahagia, rasanya beban yang selama ini bersarang di hati akhirnya terlepas semua.
                Beberapa minggu yang lalu aku habis bertemu dengan Rani. Kita janjian di kampus. Kenapa harus di kampus? Maklum sajalah, hati kita, aku terutama, masih belum bisa move on dari kampus, dari kuliner tepatnya, hahaha.
                “Sha…” Rani membuka pembicaraan.
                “Yo Kenapa? Sehat, Ran? Hehe.”
                “Ya seperti yang kamu lihat. Tapi…”
                “Etts Kenapa nih?” Potongku cepat, mencium-cium tanda curiga *sok taunya kumat*
                You know me lah…”
                “Abang Roma, lagi?” Tanyaku menerka-nerka.
                Dijawab dengan anggukan.
                “Ah Rani… Cukup hentikan ini semua, aku sudah nggak kuat. Kenapa kamu masih mau bertahan sama orang yang sudah membuatmu sakit dan cemburu? Sekejam itukah cinta?” Batinku seolah menjerit. Sebenarnya agak malas mendengarnya ketika aku tahu pembahasannya seputar Bang Roma (Baca diseri memantaskan 4).
                “Apa lagi kali ini?” Tanyaku menyelidik.
                “Si penganggu.”
                “Huuft.” Nafasku terasa berat.
                Ini masalah Rani, kenapa juga aku yang bukan siapa-siapa harus ikut campur. Tapi bagaimana pun juga dia tetap temanku, teman satu kampusku. Bukankah sesama manusia harus saling membantu? Dan sebaik-baiknya manusia adalah yang berguna untuk orang lain. Ya, aku mau berguna untuk Rani, kali ini.
                “Tinggalin!” Jawabku sebal.
                “Tapi kan, Sha…”
                “Ah kamu… setiap kali cerita, aku selalu dengar. Tapi setiap aku kasih solusi, kamu ngeles mulu. Ya aku bingung jadinya sama kamu.”
                “Ya habisnya itu cewek nyebelin. Kan Roma sudah jadi pacar aku sekarang.” Dia bercerita dengan muka ditekuk.
                “Baru pacar, masih bisa cari yang lain.” Aku mulai ketus dengan Rani.
Bukannya aku tak suka, hanya saja kasihan. Meskipun Bang Roma sudah bilang ini itu, tapi kalau masih ada mantannya yang mengganggu dan mengharapkannya, ya mau bagaimana lagi. Aku juga sebal kalau ada di posisi Rani dan aku lebih memilih pergi daripada ngeributin Bang Roma. Ih siapa dia yang di ributin mulu. Lama-kelamaan dia bakal besar kepala karena merasa dirinya lebih dari segalanya sampai ada dua perempuan yang memperebutkannya. Iyuh~
Eh… Maap nggak bermaksud ngejelekin juga. Tapi ya jadi perempuan think smart dikitlah. Jangan sampai ribut cuma karena masalah sepele, apalagi masalah pacar, yang statusnya masih bisa diambil orang lain *earaaa
Di luar sana, masih banyak cowok yang jauh lebih baik dan mungkin jauh lebih setia dari dia yang sekarang. Syukur-syukur ada yang langsung mau melamar, hihi. Satu kuncinya, IKHLASIN. Toh buat apa dipertahanin kalau hanya bikin sakit hati saja?
”Coba pikirin, kamu sama dia lebih banyak senangnya atau sakit hatinya?” Aku kembali bertanya.
 “Eh… Ng… Senangnya, tapi.. Eh..”
“Ah kamu saja jawabnya masih ragu-ragu gitu.” Lirikku kepada Rani dengan muka sebal.
“Sudahlah tinggalin saja. Masih banyak ikan di lautan.”
“Memangnya kamu mau mincing, Sha?” Tanya Rani pura-pura.
“Rani…” Hah aku mulai sebal dengannya.
Sudahlah lebih baik mundur kalau permasalahannya masih di situ-situ saja. Apalagi sampai melibatkan orang ke tiga.
“Aku menyerah, Ran.” Batinku~
***
Pertemuan sore itu tak menghasilkan apa-apa.
Damkar, 9 April 2016