Minggu, 30 Agustus 2015

Dongeng di RSCM, Part II


Sabtu, 29 Agustus 2015

Pagi itu saya, Akma dan Rona seperti biasa memasuki salah satu ruangan di gedung A RSCM. Apalagi kalau bukan ruangan anak.
            Seperti biasa, kami memasuki ruangan pertama. Kebetulan waktu itu saya yang memulai menawarkan dongeng kepada anak-anak. Awalnya saya meminta izin dulu kepada para orang tua yang sedang menemani anak-anaknya “Pagi, Bu. Kami dari KPBA, biasanya setiap sabtu kami mendongeng di sini. Adik-adiknya ada yang mau di dongengin sama kakak nggak?”
            Sepintas reaksi para orang tua ada yang senang dan langsung bertanya kepada anaknya “Dek, mau denger kakaknya dongeng nggak?” Bila anaknya mau, orang tua langsung mempersilahkan kami. Namun kemarin, ada juga orang tua yang menolak untuk di dongengkan. Ya sudahlah yaa…
            Pertama saya menawarkan cerita kepada seorang anak perempuan. Wajahnya masih terlihat begitu segar, sepertinya dia baru saja masuk rumah sakit. Namanya Lisa, umurnya sekitar 15 tahun. Ketika saya menawarkan mau dibacakan atau baca sendiri, dia lebih tertarik untuk baca sendiri. Akhirnya saya kasih saja satu buah novel dari kantor yang berjudul “Legenda Planet Kejutan.”
            Berikutnya di ruangan sebelah, saya bercerita kepada dua orang anak laki-laki. Yang pertama, dia sudah tak bisa melihat lagi. Kedua matanya sudah diperban. Namanya saya lupa, umurnya sekitar 6 tahun dan dia baru saja masuk sekolah beberapa hari. Saya menceritakan tentang “Andai aku punya Rumah Sakit.” Walaupun dia tak bisa melihat gambar yang ada di buku, namun anak itu begitu antusias mendengarkan cerita yang saya ceritakan.

 Salah satu dari teman kami, sedang bercerita kepada seorang anak

            Anak ke dua, namanya Burlian umurnya 5 tahun. Fisiknya masih terlihat segar dan masih bisa berlari-lari di ruangan. Dia terlihat begitu senang ketika saya bacakan cerita “Di Peternakan” dan “Andai Aku Punya Rumah Sakit.” Ketika saya menanyakan hewan apa yang ada pada buku di Peternakan, dia hampir bisa menjawab semuanya dengan benar. Begitu juga dengan buku ke dua yang saya bacakan. Di akhir perjumpaan kami, saya memberikan gelang Elmo kepada Burlian, dia terlihat begitu senang mendapatkan gelang dari kantor.

Terima kasih adik-adik :)

Kamis, 27 Agustus 2015

Memantaskan 4


#Belajar Ikhlas

            Senja di kampus biru, setelah seharian melalang buana mengurusi skripsi yang tak kunjung di ACC, tepat di depan sebuah café yang berada di belakang fakultasku, aku bertemu dengan Rani. Aih… Rasanya sudah lama sekali kami tak bertemu. Semenjak aku selesai sidang, hanya sekali dua kali saja ke kampus. Setelah itu, aku menghabiskan waktu di rumah.
            Rani, termasuk salah satu mahasiswa yang cukup pintar di kampus. Untuk menyelesaikan skripsinya saja dia hanya butuh waktu kurang lebih dua bulan. Sedangkan aku? Ah… tak usah ditanya! Namun sayang, hari-harinya dihabisin buat nge-galauin seseorang yang (katanya) kekasih hati, pacar atau apalah itu.
            Sebut saja dia bang Roma (yah mirip-mirip Roma Iramalah yaa…) , satu fakultas dengan Rani, namun satu tahun dibawah umur Rani, tentu semesternya pun masih dibawah Rani. Aku akuin anaknya emang cakep dan cerdas, bisnisnya juga cukup majulah. Tapi entah kenapa dari muka-mukanya yang kulihat, muka macam laki-laki playboy. Ups… Bukannya suudzon, tapi ya menerka-nerka aja. Biasanya cowok yang ganteng dan pintar itu banyak cewek yang suka (halah)
            Masalah mereka berdua nggak jauh-jauh dari sosok orang ketiga. Ya, orang ketiga memang selalu bikin suatu hubungan yang semula harmonis menjadi hancur. Tapi apakah layak sebuah hubungan yang jelas-jelas dilarang dalam agama, patut untuk diperjuangkan? Ah sudahlah… terlalu berat membahas seperti ini.
Rani, sering bercerita padaku bahwa Roma selalu diganggu oleh orang ke tiga tersebut. Panggil saja dia Mawar. Mawar merupakan mantan Roma beberapa tahun yang lalu sebelum Rani berpacaran dengan Roma. Singkat cerita, ternyata Mawar ini masih mengharapkan cinta dari bang Roma (ceileh…) Dengan berbagai cara dia lakukan agar Roma mau kembali dengan Mawar. Sampai pernah suatu hari Mawar memfitnah Rani. Bahkan dari cerita yang terakhir kali kudengar, Mawar mengaku mengidap penyakit yang lumayan parah dan mengancam akan bunuh diri kalau Roma nggak mau kembali dengannya.
Oke. Ini lebay! Tapi faktanya memang seperti itu. Entah apa yang ada dipikiran Mawar. Tapi ini memang membuatku muak tiap kali mendengar cerita seperti ini. Berkali-kali Rani meminta saran dan berkali-kali juga aku sarankan untuk putus. Namun berkali-kali juga dia nggak mau. Ya sudahlah ya…
***
“Sha, kok lo betah sih jomblo lama-lama? Sudah setahun kan? Kaga karatan tuh hati?” Tanya Rani membuka percakapan di sore hari.
“Yailah emang hati gue besi apa pake karatan.” Batinku sebal pada Rani.
Memang semenjak resmi memasang predikat ‘High Quality Jomblo’ selama satu tahun, banyak orang-orang yang bertanya. “Sha, kok bisa sih betah lama-lama jomblo?” atau “Lo nggak mau pacaran lagi apa? Kaga ngerasa kesepian?” Pertanyaan-pertanyaan itu yang sering kali mampir ditelinga ini.
Kalau ditanya kesepian, jelas setiap orang pernah merasakan ketika baru pertama kali putus. Bagaimana enggak, coba saja pikirkan. Biasanya selama bertahun-tahun ada orang yang rutin sms atau telpon, ngajak jalan, makan, nonton, travelling dan lain-lain, tiba-tiba dalam hitungan menit kita harus rela ngelepasinnya. Tentu dalam hal ini diperlukan ilmu ikhlas.
“Sha, gue mau putus aja deh sama Roma. Nggak kuat kalau Mawar begitu terus.”
“Yaudah putusin aja!” Jawabku dengan cepat.
“Tapi gue nggak mau kalau Roma sama Mawar. Gue ikhlas kok kalau Roma sama cewek lain, asalkan jangan sama Mawar.” Suara Rani sedikit berat.
“Lah, itu mah namanya belum ikhlas. Mwehehehehe.”
“Ya terus gimana dong?”
Putus cinta memang bukan perkara yang biasa. Bahkan ketika kita sudah benar-benar mencintai seseorang, maka ketika putus cinta rasa sakit itu akan terasa berkali-kali lipat. Namun apakah layak kita patah hati kepada seseorang yang hanya sebagai ‘pacar?’ yang jelas-jelas dalam Islam tak diperbolehkan. Lalu kenapa kita melanggar ajaran-Nya, atau pura-pura tak tahu? Ah… Hayati lelah, Bang, menghadapi kasus-kasus seperti ini.
Jika ditelaah, ilmu ikhlas memang bukan perkara yang mudah dan bukan juga seperti ilmu matematika yang hitungannya sudah pasti. Namun jika dilihat dari definisi ikhlas sendiri yaitu memurnikan tujuan bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dalam hal-hal yang mengotorinya. Jadi, apapun yang tak bisa kita dapatkan, kita harus mengikhlaskannya dan mengembalikan hati dan pikiran kepada Allah semata.
Seperti yang dikutip dari salah satu website “dan ikhlas juga adalah salah satu syarat agar kita mampu menjadi pribadi yang bertaqwa, karena sesungguhnya ikhlas adalah rukun taqwa yang pertama. Ikhlas didahulukan sebelum Ittiba’ dan Ilmu” (Manhajul Anbiyaa’ Fii Tazkiyatin Nufuus, Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali). Ikhlas juga salah satu penyebab agar kita ditolong Allah“Allah akan menolong umat ini karena sebab orang miskin, karena do’a orang miskin tersebut, karena shalat mereka dan karena keikhlasan mereka dalam beramal” (HR. An Nasai no. 3178, dishahihkan oleh Al Albani)
Oke skip! Terlalu serius. Hahaha
Lalu bagaimana mengikhlaskan seseorang yang meninggalkan kita? Jika kasusnya hanya mengikhlaskan seorang pacar, itu mah gampang! Ngapain kamu repot-repot galau, nangis atau apalah itu kepada seseorang yang bukan siapa-siapa kita. Jangan sedih, sist. Ini hanya salah satu cara setan untuk memaksa kita tetap mempertahankan sang pacar yang jelas-jelas tak diperbolehkan dalam ajaran Islam.
Jika kamu masih belum ikhlas, coba perbanyak istighfar dan perlahan mulai melupakan dia. Jangan berpikiran ‘nggak bisa’ dulu sebelum kamu mencoba. Itu hanya sugestimu atau bisikan setan saja. Memang saya akuin, itu sulit tak semudah berucap. Tapi kalau pikiran kamu tetap bilang ‘nggak bisa’ Sampai kapan kamu akan terus disakiti oleh orang itu.
Setelah putus, pastinya banyak perubahan yang mau nggak mau kita terima dan harus membiasakan diri tanpanya. Tapi coba alihkan itu semua dengan kegiatan yang lebih positif. Sibukkan dirimu dengan bekerja, mengerjakan tugas kuliah, melakukan hobi sesukamu (yang dulu ketika pacaran kamu nggak sempat melakukannya), sering pergi ke pengajian-pengajian agar pikiran kamu terbuka dan sadar bahwa memang dia nggak pantes sama kamu dan perbanyak baca buku motivasi islami. Yakin deh kamu pasti bisa ikhlas, asalkan niat kamu memang untuk memantaskan diri.
            “Oh gitu ya, Sha?”
            “Iya. Terus gimana udah ikhlas buat putusin bang Roma? Hahaha.” Tanyaku mengejek Rani.
            “Tau deh. Kayanya belum.”
            “Ye dasar ngeyel. Yaudahlah…” Aku pergi meninggalkan Rani. Dasar memang manusia, udah disakitin berkali-kali masih mau aja bertahan. Ah ilaaaah… Mending pantesin diri aja deh, daripada disakitin mulu.


Pustaka Ikhlas

Rabu, 19 Agustus 2015

Bibliotherapy Untuk Anak-anak Penderita Kanker

Setelah sabtu kemarin rapat evaluasi mengenai kegiatan mendongeng di RSCM, ternyata kegiatan biblioterapy ini sangat berguna utk menghibur anak2 penderita kanker.
Kenapa? Banyak orang tua yang tak mengetahui bahwa sebenarnya anak2 butuh bacaan anak. Namun mereka justru memberikan tab, i phone atau gadget lainnya.
Hasil ini dibuktikan ketika salah satu anggota kami, membawakan beberapa buah buku untuk seorang anak. Ketika dia menawarkan "ade.. mau dibacain cerita sama kakak nggak?" Namun secepat kilat orang tua si anak menjawab dengan yakin "oh nggak, anak saya nggak butuh buku, dia udah saya berikan tab." 
Namun si anak justru melirik ke arah buku yang dipegang, ketika ditanya lagi "mau dibacain buku?" si anak melirik ke arah ibunya dengan raut muka sedikit takut. Hasilnya apa? Ketika teman saya memberanikan membuka satu persatu halaman buku tanpa pesetujuan dari orang tua si anak. anak itu justru tersenyum dan berusaha meraih buku bahkan berharap untuk bukunya bisa dia miliki.
Dari situ saya belajar, bahwa tak semua orang tua mengerti akan kebutuhan anaknya sendiri. Bahkan mereka cendrung ‘sotoy’ akan kebutuhan anak. Tak semua anak menyukai gadget.
Disini, minimnya pengetahuan orang tua akan pentingnya sebuah bacaan cukup memprihatinkan. Padahal, orang tua harus mengerti dan memberikan apa yang dibutuhkan anak seumuran mereka.
Daripada membelikan anak gadget mahal, mending dibelikan buku bacaan. Ya toh? :D #SaveBacaanAnak
Oh iya, buat temen2 yg punya komik atau bacaan anak utk umur 1-15 thn, blh disumbangkan kepada @.Kelompok Pencinta Bacaan Anak, kami akan memberikannya kpd anak2 penderita kanker di RSCM.


Yuk berbagi senyuman utk mereka J

Minggu, 09 Agustus 2015

Dongeng di RSCM

Sabtu,  9 Agustus 2015

Sabtu pagi sekitar pukul 09.30 WIB, saya, Ka Melly dan Mba Atik datang ke RSCM. Terasa suasana yang begitu beda ketika memasuki salah satu ruangan di gedung A tersebut, ruangan anak-anak. Begitu tenang, namun seperti ada rasa ngeri sekaligus iba membayangkan anak-anak yang tak berdosa harus mengidap penyakit yang bukan penyakit sepele.
Ruangan pertama kami masuki. Saat itu ada sekitar tujuh orang anak yang berada diruangan tersebut. Kami langsung menawarkan untuk menceritakan dongeng kepada anak-anak yang terjaga. Saat itu saya kebagian untuk bercerita kepada salah satu anak yang ranjangnya berada di ujung ruangan, dekat dengan jendela. Kalau nggak salah namanya Romi. Entah saya tak bertanya si anak sakit apa. Tapi saat itu badannya mulai kurus dan tak ada sehelai rambutpun di kepalanya.
Berbagai macam buku cerita saya tawarkan, namun dia lebih memilih salah satu buku yang kebetulan saya dapatkan dari BPH FLP Ciputat. Buku itu berisi tentang macam-macam hewan yang tersembunyi dibalik kertas. Bukunya cukup unik, untuk mengetahui hewan tersebut, si anak harus menariknya terlebih dahulu. Dan terlihat Romi begitu antusias untuk mengetahui hewan apa yang bersembunyi. Sampai akhirnya dia meminta buku tersebut, saya tukar dengan boneka jari, dia nggak mau.
Salah satu buku yang diminta sang anak


            Kemudian diruangan berikutnya saya menemui seorang anak berumur enam tahun. Namanya saya lupa, dia baru beberapa bulan terakhir mengidap leukimia sehingga harus transfusi darah beberapa kantong dan diambil sampel sum-sum tulang belakangnya. Orang tua anak itu begitu antusias ketika kami menawarkan buku untuk diceritakan. Saya menawarkan mau dibacakan oleh saya, orang tuanya atau baca sendiri. Ternyata si anak lebih suka untuk membaca sendiri, karena dia memang lagi senang-senangnya membaca. Sang ibu sampai bertanya “ini buku disewakan? Kami harus membayar?” Saya jawab “Ini hanya dipinjamkan beberapa menit saja, Bu.” Namun sang anak sepertinya begitu menginginkan sebuah bacaan, kemudian saya tanyakan kepada Ka Melly “ada buku yang dikasih nggak kak?” Akhirnya dari KPBA memberikan sebuah majalah anak.
            Diakhir waktu, kami membagikan beberapa buah buku kepada anak-anak yang begitu antusias untuk membaca, atau orang tuanya yang ingin membacakan buku kepada anaknya. Dan mereka menerimanya dengan senang hati.

Thank you KPBA...
Cilegon, 9 Agustus 2015


Selasa, 04 Agustus 2015

Memantaskan 3



#Jodoh

            “Sha!” Tegur Rahma padaku.
            Ah… Lagi, aku tak mendengarkan cerita Rahma. Entahlah, pikiran ini semakin kacau setiap detiknya. Tak bisa membedakan mana yang harus dipikirkan dan mana yang tidak. Duh, Gusti… Maafkan hamba-Mu ini.
            Belakangan ini aku dan Rahma lagi sibuk membahas jodoh. Tak tahu siapa yang memulainya. Mungkin semakin bertambahnya umur, semakin pula kami membutuhkan sosok itu. Ah… Tapi apakah kami sudah pantas dan siap untuk bertemu dengan seseorang itu?
            “Hahaha…” Tawa Rahmah setelah mendengar ide gilaku.
            Gila. Sinting. Apapun itu. Aku yang semakin muak mendengar pertanyaan “kapan nikah” atau “sudah ada yang lamar belum, kan bentar lagi mau wisuda.” Shut up! Orang-orang yang seperti itu yang membuatku berpikir seperti ini.
            Pada dasarnya, mencari teman seumur hidup itu tak segampang mencari pacar. Jelas beda dong antara mencari pendamping hidup dan pacar. Belum tentu juga kamu yang sudah pacaran bertahun-tahun akan sampai menikah. Lain halnya dengan pendamping hidup, cara menjemput jodoh yang baik ya dengan taaruf. Jika ada kecocokan segera menikah.
            Duh jadi meleber ke mana-mana. Haha
            “Gue mau buka biro jodoh aja deh, Ma.” Bisikku yang membuat Rahma tertawa terpingkal-pingkal.
            Ide konyol itu keluar seketika melihat sahabat kecilku patah hati karena diputusin pacarnya. Kasihan dia. Pacaran lima tahun, ujung-ujungnya diputusin hanya karena pacar barunya punya mobil sedangkan sahabat kecilku itu hanya bermodalkan motor.
            “Loh kenapa? Ada yang salahkah?” Tanyaku bingung. “Niat gue kan baik. Kan kita bisa dapat pahala kalau menjodohkan orang, apalagi kalau berhasil sampai menikah.” Cengirku ke Rahmah.
            “Dasar Sableng!”
            Aku pun tak tahu mengapa bisa berpikiran seperti itu. Efek keseringan melihat mereka yang tersakiti, mungkin. Atau karena aku sendiri yang pernah tersakiti. Haha. Ah… Apapun itu, perihal menjemput jodoh tetap bukan hal yang mudah.
            Melihat berbagai fenomena manusia, tak jarang mereka menginginkan jodoh yang baik. Hmm… tapi apakah mungkin kita bisa mendapatkan wanita sholehah atau laki-laki sholeh sedangkan diri kita saja masih arrogant?
            “Tapi itu buktinya alm. Uje bisa mendapatkan hatinya mba Pipit?” Tanya Rahma perihal memantaskan diri.
            Aih iya… Seingatku sebelum bertemu mba Pipit, alm. pencandu berat narkoba, bukan? Hmm… Semuanya kembali ke niat kita. Mungkin ketika kita jatuh cinta kepada seseorang dan tahu ia adalah orang baik-baik, pasti kita akan berusaha untuk menjadi yang terbaik bagi orang itu. Bagaimana pun, kita ingin membahagiakan pasangan kita. Kelak bisa bersama-sama menuju Jannah-Nya.
            Lagi, semuanya kembali ke diri kita. Batinku.
            Tiba-tiba aku teringat pada seorang teman yang telah sukses menjalani taaruf. Ada sedikit rasa bangga ketika mereka berhasil melaksanakan proses taaruf. Bermodalkan proposal cinta, akhirnya mereka menikah. Duh… sempat iri juga dengan dia.
            Woho… Bisa-bisa otakku abis digrogoti semut hanya karena memikirkan hal yang rumit seperti ini.
            Rumit? Bentar. Sepertinya perihal jodoh tak serumit yang kubayangkan. Dari berbagai bacaan yang sudah kutelan, jodoh itu merupakan cerminan dari diri kita sendiri. Jadi kalau ingin mendapatkan jodoh yang baik, yo perbaiki diri sendiri dan pantaskan dirimu. Sudah pantaskah menjadi imam di keluarga? Atau sudah pantaskah menjadi ibu untuk mendidik anak-anak agar mereka jadi anak yang sholeh dan sholehah?
            “Terus cara mendapatkan jodoh yang benar itu bagaimana. Sha?” Tanya Rahma dengan menatapku begitu serius.
            “Muka lo serius banget! Hahaha.” Aku mencoba mencairkan suasana terlebih dahulu. “Gampang kok. Koreksi diri lo, apakah sudah pantas atau belum. Perbaiki ibadah, rajin-rajin shalat dan puasa sunah. Perbanyak sedekah. Jalin silaturahmi dan yang terakhir jelas terus berdoa agar dipermudah jodohmu.”
            “Wets. Kesurupan apa lo tiba-tiba jadi bener gini otaknya?”
            “Bukan kesurupan, tapi mungkin karena bosen liat lo jomblo terus! Hahaha” Tawaku sembari meninggalkan Rahma yang masih cemberut.
            Iya, menjemput jodoh itu bukan perkara yang rumit ko. Hanya butuh kesabaran saja. Toh kalaupun sampai sekarang masih jomblo nggak usah galau ala ABG labil segala. Mungkin Allah sedang menunggumu berubah menjadi lebih lagi. Nggak usah khawatir kalau berpikiran nggak dapat jodoh ketika ada pembagian jodoh. Hehehe. Kan jodoh sudah ditulis oleh-Nya sebelum kita dilahirkan. Kalem aja.


Ciputat, 4 Agustus 2015