Kamis, 07 Juli 2016

Memantaskan 11

Ramadhan



            Allahuakbar… Allahuakbar… Allahuakbar…
            Suara gema takbir mulai terdengar di seluruh penjuru kampung.  Pagi tadi, kami seluruh umat Muslim di Indonesia merayakan kemenangan setelah satu bulan penuh berpuasa.
            Menang? Menang dari apa? Sedangkan aku masih saja lalai menjalankan perintah-Nya , bahkan di bulan yang Kau muliakan.
            Ah… Rasanya waktu berlalu begitu cepat.
            Hingga tak terasa Ramadhan telah pergi meninggalkan kita semua. Ramadhan yang begitu indah, namun masih saja kita sia-siakan keberadaannya. Mengabaikan segala amalan yang bisa kita dapatkan hanya pada Ramadhan.
            Rasanya berat sekali membiarkannya pergi. Setelah sibuk berbenah dan merevisi sajadah niat, khusyu menikmati bercinta dengan Rabbnya dalam iktikaf di sudur-sudut masjid, ada juga yang dengan merdunya melantunkan tilawah dan ada yang kecewa karena belum menemukan halalnya :D
            “Kakak… Maaf lahir dan batin, ya.” Satu buah pesan muncul dilayar androidku.
            “Salam santun dan salam ukhuwah. Dari Na dan keluarga.”
            Aku diam sesaat memandangi tulisan itu.
            “Na, sudah berkeluarga?” Tanyaku kaget.
            “Hih. Mulai.”
            “Ahaha. Maafkan. Maaf lahir dan batin juga ya, orang yang selalu ngaku-ngaku jadi adek :P” Balasku.
            Nadia, adik kelasku sewaktu kuliah dulu. Kami kenal di salah satu organisasi ekternal kampus. Mulai akrab ketika diberi amanah untuk sama-sama membimbing anak-anak baru. Dia yang dengan alih-alih ngaku sebagai ‘adik’ bisa masuk ke acaraku begitu saja, gratis. Dia yang bisa aku tipu dan jadi bahan bullyan ketika ketemu, dia juga yang memberiku semangat dikala gundah.
            “Halal sudah tampak, Kak?” Pesan berikutnya muncul.
            “Heh. Baru maafan ya. Sudah bikin masalah saja.”
            “Wee mulai juteknya. Na kan cuma nanya.”
            Tepat sudah dua tahun berlalu, ketika aku benar-benar memutuskan untuk tidak terikat hubungan dengan laki-laki siapa pun. Aku masih ingin bebas. Walaupun tak terpungkiri niatan itu sudah ada dari satu tahun yang lalu, hanya saja…
            Ah sudahlah…
            Nyatanya mereka yang kutolak, tak berapa lama kemudian dapat bersama perempuan lain. Biarkan, berarti perjuangannya cuma sampai disitu. Kesabarannya hanya sebatas status ‘pacar’ yang selama ini aku masih belum tertarik.
            “Kamu itu… Hih! Susah ya ditaklukinnya. Haha.” Begitu kata Rohman, salah satu seniorku dulu yang sering kuceritakan masalah apapun.
            Ramadhan, aku benar-benar tak ingin kehilanganmu. Aku masih ingin bersenda gurau denganmu, menghabiskan hari demi hari dengan penuh keberkahan. Menahan  haus dan lapar, amarah serta hawa nafsu sebulan lebih. Aku ingin kamu tetap di sini. Sungguh.
            Namun nyatanya kamu telah pergi, meninggalkan kami. Akan ada rindu untuk menantimu kembali, sebelas bulan kemudian. Semoga nanti kita dapat bertemu kembali, Ramadhan. Kan kutunggu. Seiring nampaknya hilal kemarin, semoga halal segera muncul~

Salam,
Dari yang merindukanmu, Ramadhan
Depok, 7 Juli 2016