Kamis, 31 Maret 2016

Eksistensi Pustakawan di Kota Cilegon



      Mengingat kebutuhan informasi yang semakin diminati oleh masyarakat, banyak pihak yang berlomba-lomba untuk menyediakan fasilitas informasi tersebut. Baik itu melalui internet atau sumber bacaan tercetak. Tidak jarang juga pihak lembaga sosial atau pemerintahan menyediakan perpustakaan sebagai salah satu tempat mencari bahan bacaan.
            Perpustakaan bukan hal yang baru di kalangan masyarakat. Mulai dari sekolah-sekolah, perguruan tinggi, kantor bahkan sudah banyak pihak pemerintah yang membangun perpustakaan umum untuk memenuhi kebutuhan informasi masyarakat.
Lalu bagaimana perpustakaan tersebut bisa dapat melayani masyarakat yang haus akan kebutuhan informasi? Tentunya dalam hal ini memerlukan seseorang yang ahli atau professional yang bisa mengelola perpustakaan dengan baik dan benar, yang bisa melayani pemustaka dan memenuhi kebutuhan informasi yang mereka inginkan.
            Orang itu adalah pustakawan. Seseorang yang mungkin dipandang sebelah mata oleh masyarakat.  Banyak masyarakat bahkan pemerintah yang masih kurang paham dalam hal mengelola perpustakaan, sehingga mereka berpikir tidak memerlukan seseorang yang ahli untuk mengurus perpustakaan. Padahal itu salah. Sebenarnya antara perpustakaan dan pustakawan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, seperti dua sisi mata uang.
            Mengapa demikian? Karena pustakawan adalah orang yang bisa mengelola dan menemukan serta menentukan jenis informasi apa yang paling tepat dibutuhkan pemustaka. Layaknya seorang dokter, pustakawan mempunyai metode penanganan tersendiri untuk membantu pemustaka agar informasi yang mereka butuhkan tidak salah dan bisa cepat ditemukan.
            Namun pada kenyataannya tidak begitu. Di perpustakaan, terutama perpustakaan sekolah atau perguruan tinggi, masih menganggap pustakawan itu tidak penting. Jika sudah ada orang yang bisa bertugas menjaga buku dan mengelola buku seadanya saja, lalu apa gunanya pustakawan yang nantinya juga hanya sekedar menjadi penjaga perpustakaan saja. Kira-kira seperti itu kebanyakan orang berpikir. Jika sesederhana itu, lantas mengapa ada beberapa universitas di Indonesia bahkan luar negeri membuka jurusan ilmu perpustakaan sampai gelar doktor?
            Tidak usah jauh-jauh, di Kota Cilegon, masih banyak sekolah bahkan perguruan tinggi yang memandang perpustakaan hanya sebagai gudang buku yang tidak memerlukan orang yang ahli untuk mengelolanya. Sehingga perpustakaan itu hanya ala kadarnya saja dalam menyediakan informasi atau untuk tata ruang perpustakaan. Hal ini tentu berdampak pada image perpustakaan itu sendiri. Pemustaka jadi memandang perpustakaan tidak lain hanya sebagai tempat mencari buku-buku pelajaran, jika tidak terdesak oleh tugas mereka tidak akan berkunjung ke perpustakaan. Padahal jika ditinjau dari salah satu fungsi perpustakaan, perpustakaan berperan sebagai sarana rekreasi, bukan edukasi semata.
            Jika kita melihat perpustakaan di kota-kota besar, misalnya Jakarta, Bandung atau Yogyakarta, mereka banyak yang berlomba-lomba membuka lowongan untuk pustakawan, baik di sekolah atau perguruan tinggi. Mereka menyadari kalau perpustakaan harus dikelola dengan orang yang benar-benar ahli di bidangnya, bukan sembarangan orang.
            Hal ini berbeda sekali dengan Kota Cilegon. Hampir di setiap sekolah yang ada di Kota Cilegon, tidak ada tenaga ahli yang digunakan untuk mengelola perpustakaan. Bahkan ada beberapa sekolah yang menempatkan guru di  perpustakaan karena guru tersebut kekurangan jam mengajar. Begitu juga di perguruan tinggi. Jika pun ada pustakawan, kadang dari pihak pimpimpan tidak mendukung untuk memajukan perpustakaan lebih layak dan berfungsi jauh lebih baik. Jadi perpustakaan hanya seperti itu saja, bagaikan gudang buku, sehingga tidak memuaskan pemustaka.
            Dengan melihat fenomena seperti ini, tentunya diperlukan kesadaran akan pentingnya pustakawan untuk mengubah perpustakaan menjadi lebih baik. Kesadaran ini tentunya dimulai dari pihak pemerintah atau pimpinan di sekolah atau perguruan tinggi. Jika mereka sudah menyadari akan pentingnya peran pustakawan, tentunya perpustakaan yang berada di lembaga tersebut akan menjadi lebih baik. Lain halnya jika pemimpin tersebut tidak menyadari, tentunya perpustakaan tidak akan berkembang dan tidak bisa maksimal untuk memenuhi kebutuhan informasi pemustaka. Tentu dari semua hal tersebut didukung dengan penyediaan fasilitas yang memadai dari pihak lembaga yang bersangkutan.

Radar Banten, 1 April 2016

Rabu, 16 Maret 2016

Orang Tua Cerdas


             
 Foto: Anak-anak di SDN Kamalaka Serang




            Setiap orang pastinya akan mengalami fase kehidupan seperti ini: bayi, anak-anak, remaja, dewasa, menjadi orang tua, mempunyai cucu dan cicit.
            Nah untuk kali ini saya akan sedikit membahas fase kehidupan ketika kita menjadi orang tua. Meskipun saya masih unyu-unyu seperti ini, tapi entah kenapa suka GEMESH kalau melihat orang tua yang nggak peduli terhadap anaknya.
            Fenomena seperti ini sering saya lihat, entah itu di televisi atau pun pada kehidupan nyata. Aah… Mengapa mereka bisa setega ini terhadap anak yang sejatinya Allah titipkan. Dan kenapa juga saya bisa gemesh sendiri kalau melihat orang tua yang masa bodo amat sama anaknya?

            Padahal sejatinya Allah telah mengatur segalanya, termasuk perihal tentang anak sebagaimana pada Q.S Ali Imran: 35 “(Ingatlah) ketika istri Imran berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku bernazar kepada-Mu, apabila (janin) yang dalam kandunganku (kelak) menjadi hamba yang mengabdi (kepada-Mu), maka terimalah (nazar itu). Sungguh Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
            Berdasarkan ayat diatas, dapat kita lihat Istri Imran begitu berharap bahwa anaknya bisa menjadi hamba yang mengabdi. Dijelaskan pula pada ayat berikutnya bahwa dia memohon kepada Allah untuk melindungi anak dan cucunya dari gangguan setan yang terkutuk.
            Bila pada zaman Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wassalam saja sudah turun ayat yang menjelaskan tentang menyayangi anak, lalu mengapa pada zaman sekarang masih ada saja orang tua yang sama sekali nggak peduli terhadap anaknya?
***
            Ayolah para orang tua, buka mata, pikiran dan hati kalian!
            Gagal menjadi pengusaha itu nggak masalah, bisa diulang dan dicoba lagi. Tapi kalau gagal dalam mendidik anak bagaimana? Apa bisa diulang? Tentu nggak! Dan mungkin penyesalannya akan seumur hidup.
            Mengapa demikian? Sejatinya, anak-anak kita adalah asset masa depan kita. Indikator keberhasilan anak bukan dinilai berdasarkan sudah seberapa kaya, sudah sehebat apa, sudah menjadi apa atau lainnya yang mengedepankan materi yang begitu melenakan. Bukan!
            Orang tua yang paham betul terhadap agama, tentu akan mengajarkan anaknya untuk mendahulukan syariat daripada duniawi. Orang tua tentu tidak akan melakukan hal-hal yang bisa membuat psikologi anak jadi tertekan. Mereka akan berusaha untuk selalu menjaga dan menyenangkan hati anaknya, mengajarkan anak-anak untuk menjadi anak yang sholeh dan sholehah karena kelak mereka berharap jika mereka telah tiada, doa dari anak sholeh-lah yang tidak akan putus.

            Sebagaimana hadist berikut “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan do’a anak yang sholeh.” (HR. Muslim No. 1631)

            Tentunya jika orang tua mengerti, maka sebisa mungkin mereka akan mendidk anak-anaknya untuk menjadi anak yang sholeh. Dan untuk para ibu, nggak usah ragu-ragu untuk berhenti bekerja dan mendidik anak-anak. Karena anak yang cerdas lahir dari ibu yang cerdas.

            *Aih… Ngomong apa gue ini. Hahaha
            Oke lanjut!
            Jadi buat para orang tua, ayo jangan sia-siakan anak yang sudah Allah titipkan. Jaga dan didik mereka supaya mereka bisa menjadi anak yang dibanggakan orang tua, dan tentunya jadi anak yang sholeh.
            Eits, tapi tugas menjaga dan mendidik anak ini bukan hanya tugas untuk istri loh. Para suami WAJIB CATAT ini. Karena masih banyak para suami yang mempunyai pikiran bahwa menjaga dan mendidik anak itu sepenuhnya tugas istri. Tugas suami ya cari nafkah saja~
            Padahal nggak seperti ini.
            Anakpun butuh perhatian  dan kasih sayang dari ayahnya. Bila orang tua bertengkar hanya karena masalah sepele, (sang ayah yang nggak mau bantu urus anaknya), misalnya. Hal ini lagi-lagi akan berdampak kepada berkembang mental si anak. Bisa saja beberapa tahun ke depan si anak ini menjadi orang yang temperamental atau yang lainnya karena melihat perilaku orang tuanya yang bertantem.
Dari masalah itu, si istri bisa saja menjadi kesal karena suaminya tadi nggak mau membantunya untuk mengurus anak, istri bisa ngambek atau marah-marah terus. Nah apa jadinya kalau istri marah? Bisa-bisa anak dan suaminya nggak diurusin! Hihi. Serem kan.
            Maka dari itu, buat para suami SADAR DIRI! Karena posisi dan tanggung jawab kalian akan berbeda di saat masih SINGLE dan MENIKAH. Jangan samakan itu semua~
           
            Oke sok tua banget, terlalu nyinyir, padahal saya pun masih jomblo haha :P tapi saya pun resah melihat sikap orang tua yang nggak peduli sama anaknya~