#Belajar
Ikhlas
Senja di kampus biru, setelah
seharian melalang buana mengurusi skripsi yang tak kunjung di ACC, tepat di
depan sebuah café yang berada di belakang fakultasku, aku bertemu dengan Rani.
Aih… Rasanya sudah lama sekali kami tak bertemu. Semenjak aku selesai sidang,
hanya sekali dua kali saja ke kampus. Setelah itu, aku menghabiskan waktu di
rumah.
Rani, termasuk salah satu mahasiswa
yang cukup pintar di kampus. Untuk menyelesaikan skripsinya saja dia hanya
butuh waktu kurang lebih dua bulan. Sedangkan aku? Ah… tak usah ditanya! Namun
sayang, hari-harinya dihabisin buat nge-galauin seseorang yang (katanya)
kekasih hati, pacar atau apalah itu.
Sebut saja dia bang Roma (yah
mirip-mirip Roma Iramalah yaa…) , satu fakultas dengan Rani, namun satu tahun
dibawah umur Rani, tentu semesternya pun masih dibawah Rani. Aku akuin anaknya
emang cakep dan cerdas, bisnisnya juga cukup majulah. Tapi entah kenapa dari
muka-mukanya yang kulihat, muka macam laki-laki playboy. Ups… Bukannya suudzon,
tapi ya menerka-nerka aja. Biasanya cowok yang ganteng dan pintar itu banyak
cewek yang suka (halah)
Masalah mereka berdua nggak
jauh-jauh dari sosok orang ketiga. Ya, orang ketiga memang selalu bikin suatu
hubungan yang semula harmonis menjadi hancur. Tapi apakah layak sebuah hubungan
yang jelas-jelas dilarang dalam agama, patut untuk diperjuangkan? Ah sudahlah…
terlalu berat membahas seperti ini.
Rani,
sering bercerita padaku bahwa Roma selalu diganggu oleh orang ke tiga tersebut.
Panggil saja dia Mawar. Mawar merupakan mantan Roma beberapa tahun yang lalu
sebelum Rani berpacaran dengan Roma. Singkat cerita, ternyata Mawar ini masih
mengharapkan cinta dari bang Roma (ceileh…) Dengan berbagai cara dia lakukan
agar Roma mau kembali dengan Mawar. Sampai pernah suatu hari Mawar memfitnah
Rani. Bahkan dari cerita yang terakhir kali kudengar, Mawar mengaku mengidap
penyakit yang lumayan parah dan mengancam akan bunuh diri kalau Roma nggak mau
kembali dengannya.
Oke.
Ini lebay! Tapi faktanya memang seperti itu. Entah apa yang ada dipikiran
Mawar. Tapi ini memang membuatku muak tiap kali mendengar cerita seperti ini.
Berkali-kali Rani meminta saran dan berkali-kali juga aku sarankan untuk putus.
Namun berkali-kali juga dia nggak mau. Ya sudahlah ya…
***
“Sha,
kok lo betah sih jomblo lama-lama? Sudah setahun kan? Kaga karatan tuh hati?”
Tanya Rani membuka percakapan di sore hari.
“Yailah
emang hati gue besi apa pake karatan.” Batinku sebal pada Rani.
Memang
semenjak resmi memasang predikat ‘High Quality Jomblo’ selama satu tahun,
banyak orang-orang yang bertanya. “Sha, kok bisa sih betah lama-lama jomblo?” atau
“Lo nggak mau pacaran lagi apa? Kaga ngerasa kesepian?” Pertanyaan-pertanyaan
itu yang sering kali mampir ditelinga ini.
Kalau
ditanya kesepian, jelas setiap orang pernah merasakan ketika baru pertama kali
putus. Bagaimana enggak, coba saja pikirkan. Biasanya selama bertahun-tahun ada
orang yang rutin sms atau telpon, ngajak jalan, makan, nonton, travelling dan lain-lain, tiba-tiba
dalam hitungan menit kita harus rela ngelepasinnya. Tentu dalam hal ini
diperlukan ilmu ikhlas.
“Sha,
gue mau putus aja deh sama Roma. Nggak kuat kalau Mawar begitu terus.”
“Yaudah
putusin aja!” Jawabku dengan cepat.
“Tapi
gue nggak mau kalau Roma sama Mawar. Gue ikhlas kok kalau Roma sama cewek lain,
asalkan jangan sama Mawar.” Suara Rani sedikit berat.
“Lah,
itu mah namanya belum ikhlas. Mwehehehehe.”
“Ya
terus gimana dong?”
Putus
cinta memang bukan perkara yang biasa. Bahkan ketika kita sudah benar-benar
mencintai seseorang, maka ketika putus cinta rasa sakit itu akan terasa
berkali-kali lipat. Namun apakah layak kita patah hati kepada seseorang yang
hanya sebagai ‘pacar?’ yang jelas-jelas dalam Islam tak diperbolehkan. Lalu
kenapa kita melanggar ajaran-Nya, atau pura-pura tak tahu? Ah… Hayati lelah,
Bang, menghadapi kasus-kasus seperti ini.
Jika
ditelaah, ilmu ikhlas memang bukan perkara yang mudah dan bukan juga seperti
ilmu matematika yang hitungannya sudah pasti. Namun jika dilihat dari definisi
ikhlas sendiri yaitu memurnikan tujuan bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada
Allah dalam hal-hal yang mengotorinya. Jadi, apapun yang tak bisa kita dapatkan,
kita harus mengikhlaskannya dan mengembalikan hati dan pikiran kepada Allah
semata.
Seperti yang dikutip dari salah satu
website “dan ikhlas juga adalah salah satu syarat agar kita mampu menjadi
pribadi yang bertaqwa, karena sesungguhnya ikhlas adalah rukun taqwa yang
pertama. Ikhlas didahulukan sebelum Ittiba’ dan Ilmu” (Manhajul Anbiyaa’ Fii Tazkiyatin
Nufuus, Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali). Ikhlas juga salah satu
penyebab agar kita ditolong Allah“Allah akan menolong umat ini karena sebab
orang miskin, karena do’a orang miskin tersebut, karena shalat mereka dan
karena keikhlasan mereka dalam beramal” (HR.
An Nasai no. 3178, dishahihkan oleh Al Albani)
Oke skip! Terlalu serius. Hahaha
Lalu bagaimana mengikhlaskan seseorang
yang meninggalkan kita? Jika
kasusnya hanya mengikhlaskan seorang pacar, itu mah gampang! Ngapain kamu
repot-repot galau, nangis atau apalah itu kepada seseorang yang bukan
siapa-siapa kita. Jangan sedih, sist.
Ini hanya salah satu cara setan untuk memaksa kita tetap mempertahankan sang
pacar yang jelas-jelas tak diperbolehkan dalam ajaran Islam.
Jika
kamu masih belum ikhlas, coba perbanyak istighfar dan perlahan mulai melupakan
dia. Jangan berpikiran ‘nggak bisa’ dulu sebelum kamu mencoba. Itu hanya
sugestimu atau bisikan setan saja. Memang saya akuin, itu sulit tak semudah
berucap. Tapi kalau pikiran kamu tetap bilang ‘nggak bisa’ Sampai kapan kamu
akan terus disakiti oleh orang itu.
Setelah
putus, pastinya banyak perubahan yang mau nggak mau kita terima dan harus
membiasakan diri tanpanya. Tapi coba alihkan itu semua dengan kegiatan yang
lebih positif. Sibukkan dirimu dengan bekerja, mengerjakan tugas kuliah,
melakukan hobi sesukamu (yang dulu ketika pacaran kamu nggak sempat
melakukannya), sering pergi ke pengajian-pengajian agar pikiran kamu terbuka
dan sadar bahwa memang dia nggak pantes sama kamu dan perbanyak baca buku
motivasi islami. Yakin deh kamu pasti bisa ikhlas, asalkan niat kamu memang
untuk memantaskan diri.
“Oh gitu ya, Sha?”
“Iya. Terus gimana udah ikhlas buat
putusin bang Roma? Hahaha.” Tanyaku mengejek Rani.
“Tau deh. Kayanya belum.”
“Ye dasar ngeyel. Yaudahlah…” Aku
pergi meninggalkan Rani. Dasar memang manusia, udah disakitin berkali-kali
masih mau aja bertahan. Ah ilaaaah… Mending pantesin diri aja deh, daripada
disakitin mulu.
Pustaka
Ikhlas
Cie...cie cerita pribadi ya? hihihi
BalasHapusbiar cepet move on, mampir ke blog aku ya : www.istanacerdas.com :)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus