Senin, 27 Juli 2015

Revitasi dan Alam

Sisa-sisa latihan motret

 Ka..Me..Ha..Me..Ha..

Abang, aku masih ingin bersamamu

Duo dara

Butterfly

Flower

Kamis, 23 Juli 2015

Memantaskan 2

#Istiqamah

            Suara gema takbir terdengar dari berbagai penjuru kampung. Bukan hanya di kampung, mungkin seluruh Indonesia. Ah… Akhirnya kita telah mencapai kemenangan. Pagi tadi, masjid di kampung di penuhi oleh orang-orang pencari ridho-Nya. Ramai sekali. Tak seperti pada malam saat puasa.
            “Kak, Minal Aidzin ya.” Sebuah pesan BBM mampir di layar androidku.
            Ah rupanya Nadia. Adik kelasku di kampus. Kubalas pesan singkat itu sambil tersenyum. Mungkin sedikit getir. Getir? Aih bukan! Hampir menangis! Namun aku tahan.
            Sebulan sudah kita menjalankan rukun islam ke empat itu. Subhanallah… Waktu berlalu begitu cepatnya. Tak terasa kini ramadhan telah pergi. Hmm… Apakah mungkin masih bisa bertemu ramadhan di tahun depan? Semoga.
            Tak terasa juga kejadian itu hampir menginjak dua bulan. Seseorang dengan bola mata tajam itu kini entah di mana. Adli, lelaki yang sempat membuatku merasakan (kembali) apa yang namanya ‘cinta.’ Cinta? Ah,,, aku pun sebenarnya tak tahu apa itu cinta. Entah. Yang kuketahui ketika bola mata kami bertemu, darah disekujur tubuh terasa mengalir seribu kali lipat lebih cepat.
            Sejak kejadian tahun lalu, tepat ketika suara takbir berkumandang di langit, taburan bedug serta iringan petasan menyeruak di angkasa seseorang itu pergi. Entah. Aku sudah tak ingin membahasnya lagi.
            Kini, fokusku hanya memperbaiki dan memantaskan diri. Kejadian itu, membuatku tersadar bahwa cinta yang menurut-Nya belum halal tak pantas diperjuangkan. Sebelum ijab kabul, tentunya. Ya, aku terlalu terlena dan membanggakannya, seseorang dari masa lalu itu. Mungkin Allah murka atau entah apa padaku.
            Ah bukannya sok agamais. Bukan! Sikapku pun terkadang masih sering ‘konslet.’ Wara wiri ke sana ke mari bersama teman laki-laki, suka kepoin orang dan mungkin pernah menaruh harapan pada seseorang.
            Sebelum Adli pun, ada seseorang yang sempat mencuri hatiku, sedikit. Namun ketika kuceritakan pada Nadia, lagi, dia protes.
            “Kak, katanya kakak sedang memantaskan diri. Katanya kakak lagi bikin buku motivasi islami. Katanya kakak mau fokus ngerjar cita-cita kakak yang sempat tertunda. Katanya kakak sudah tobat nggak mau pacaran lagi. Kok kenapa sekarang kakak berpikiran ke sana lagi? Jangan tobat sambel ah!” Nadia mencecerku dengan berbagai pertanyaan dan pernyataan.
            “Aku khilaf!” Hahaha tawaku getir ketika Nadia kembali mengingatkan.
            Memang bukan manusia sempurna dan bukan juga sok alim seperti Nadia yang memang agamanya kuakui lebih kuat daripadaku. Hanya ingin tetap istiqamah di jalan-Nya. Udah gitu saja. Seenggaknya bisa ngurangin satu dosa, pacaran tentunya! Hehe. Meski tak kupingkiri kadang suka ‘rindu’ akan saat-saat dulu masih suka pacaran. Tapi entah semua itu terkalahkan dan musnah ketika teringat perkataan Nadia.
Sejak seseorang dari masa lalu itu pergi, laki-laki pun datang silih berganti ke kehidupanku. Namun lagi, ku tolak mereka dengan halus. Ku katakan sejujurnya. Entahlah mereka mau berpikir apa kepadaku. Toh tak lama setelah itu mereka dapat memacari wanita lain. Hahaha.
            “Ramadhan telah pergi, Kak. Apakah kakak akan tetap istiqamah di awal Syawal ini?” Tanya Nadia melalui BBM.
            “Semoga. Kau tetap ingatkanku ketika khilaf, ya. Maklum kakak mu ini kan imannya belum kuat-kuat amat.” Balasku sambil tertawa.
            Syukur telah kupanjatkan atas kehadirat-Nya. Andai Dia tak memutuskan hubunganku dengan ia, mungkin dosaku semakin banyak. Pun begitu ketika tekatku untuk memantaskan diri semakin kuat. Berbagai buku bahkan Al-Qur'an dan Hadist telah kubaca untuk memperbaiki diri ini. Ya, karena ku yakin Allah akan mengirimkan hamba-Nya yang terbaik disetiap kita memperbaiki diri.
            Ah… terlalu serius! Hahaha.
            Hmm… Masih ada hati yang kosong disetiap kita memperbaiki dan memantaskan diri. Rasa pun mampu diredam dan diarahkan ketika niat kita baik. Tak usah cemas jika ia yang pernah datang ke kehidupanmu, kemudian kau tolak, lalu ia bersama wanita lain. Berarti, perjuangannya hanya sampai disitu! Hahaha. Yeah, pada dasarnya wanita akan memilih ia yang memperjuangkannya sampai halal, tentu tanpa melanggar larangan-Nya.

“Dan semoga dengan tampaknya hilal tahun ini, halal akan segera menyusul secepatnya.-Linna Lathifah-”

 
           


Cilegon, 1 Syawal 1436 H

Rabu, 15 Juli 2015

Memantaskan 1

#gagal jadian

Dan mata kami pun bertemu. Cukup lama. Sampai aku sadari.
“Astagfirullah…” Segera kupalingkan wajahku darinya
“Maaf!” Begitu katanya ketika sadar aku tak suka ditatapnya lama-lama.
Aku meninggalkannya, hanya beberapa langkah. Tak lama dia pun menghampiriku.
“Maaf.” Ujarnya lagi.
Namun aku hanya terpaku, diam. Suasana hening cukup lama.
“Sha, Maaf!” Suaranya meninggi sedikit ketika aku tak kunjung bicara.
Aku menarik nafas sejenak. Kemudian kuhembuskan. Begitu berat. Nyaris membuatku sulit untuk bernafas.
“Di…” Suaraku terputus.
Adli menatapku. Tajam.
“Kamu kenapa begini?” Tanyaku mengulur waktu untuk menjawab pertanyaannya.
“Maaf, Sha. Tapi namanya juga perasaan…”
Adli tak meneruskan dialognya. Lagi, kami terdiam di bawah rembulan.
“Kamu pasti tau kan akan jawabanku?”
Adli tak menjawab. Ah… maaf! Kini batinku yang dirundung dilema. Kembali kucoba jatuhkan pandanganku pada matanya. Astagfirullah…
Adli kacau. Mukanya pucat. Gelagat tubuhnya seolah menunjukkan sedang gelisah. Aih… bagaimana mungkin ia tak gelisah. Aku telah membuatnya menunggu lama hanya untuk sebuah jawaban ya atau tidak.
“Maaf.” Batinku menangis.
“Di…” Suaraku lirih.
Matanya menohok jantungku, lagi. Segera kutundukkan kepala. Aku tak sanggup jika mata elangnya itu tembus ke bola mataku.
“Aku tak bisa…” Suaraku terputus.
Adli nyaris teriak. Tubuhnya bak cacing kepanasan ketika mendengar jawabanku. Sedangkan aku? Batinku menangis. Ini hal yang sulit bagiku. Lebih sulit ketimbang mengerjakan seratus soal matematika.
“Mengapa?” Mata itu seolah meminta jawaban.
“Kamu tahu akan prinsip hidupku, bukan?” Gemetar menjawab pertanyaannya.
Kami diam sejenak.
“Tapi kan…” Adli masih keukeuh untuk mengubah jawabanku.
Kutarik nafas sebenar.
“Jangan tanya perasaanku kini. Kurasa kamu tahu. Tapi untuk status itu… Ah. Maaf aku nggak bisa!” Butiran Kristal nyaris keluar dari mataku.
“Beneran nggak bisa? Aku janji deh bakal…”
“Stop, Di! Aku tak ingin mendengar janjimu. Ini sudah menjadi keputusanku. Kita sahabatan aja seperti sebelumnya. Dan… “ Nyaris kukeluarkan beberapa ayat dan hadist yang kini menjadi peganganku.
“Datanglah kepada orang tuaku bila kamu…” Aku memotong kalimat terakhirnya.
Mata tajam itu kini berubah menjadi sayu. Kini salah siapa, Tuhan? Aku mencintainya, sungguh. Namun untuk sebuah status itu… Ah aku tak bisa. Palu kehidupan telah kuketuk dan tekadku telah bulat.
Bukan sok agamais, Di. Bukan! Kelakuanku pun kadang masih menjengkelkan. Tak dipungkiri aku pun masih suka jalan dengan teman laki-laki. . Masih suka ketawa terpingkal-pingkal di depan laki-laki. Tapi dengan mereka aku tak ada apa-apa, Di. Beda dengan kamu.
Adli perlahan mengerti. Walau kutahu sulit bagiya untuk menerima keputusanku.
Hingga akhirnya dia melemparkan senyumannya, walau masih terlihat getir.
“Pulang, yuk!” Ajaknya ketika dia sudah mulai bisa mengontrol kegelisahannya.
Kami pun pulang. Di atas motor dan dibawah sinar rembulan, tak ada sedikit katapun yang terlontar dari bibir kami berdua. Diam seribu bahasa. Hingga dia sampai mengantarkanku di depan rumah.
Tuhan… Semoga aku tak menyesal akan keputusanku ini.


Seberapa pun kesal, seberapun cinta, seberapa pun berharap, jika memang bukan orang  yang tepat, akan ada cara untuk dijauhkan. Seberapa pun tak kenal, seberapa pun tak ada urusan, seberapa pun benci, jika emang orang yang tepat, akan selalu ada cara untuk di dekatkan.”

Cilegon, 13 Juli 2015


Minggu, 12 Juli 2015

Bola Mata


Duhai Tuan,
Pemilik bola mata nan tajam
Siapakah engkau
Tatapanmu begitu tajam
Hingga mampu menembus jantung

Duhai Tuan,
Tak tahukah gadis kecil itu kini tak bisa tidur
Sejak bisa bercermin di bola matamu
Jantungnya selalu berdetak keras
Tak tahu apa yang sedang terjadi
Kini dia hanya bisa bergetar tiap kali kau melihatnya

Duhai Tuan,
Engkaukah laki-laki itu
Laki-laki yang bisa membuat hatinya meleleh
Bak sebongkah es batu yang mencair
Jika benar, datanglah sekali lagi
Tunjukan bahwa kau nyata baginya

Hai Gadis
Hai gadis kecil bermata coklat
Benar, aku lah laki-laki itu
Laki-laki yang menggetarkan jiwamu

Tak ingatkah engkau
Malam itu aku menatapmu, begitu dalam
Badanmu bergetar hebat
Bibir tipismu pun tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun

Ketahuilah lah gadis kecilku
Aku tak ingin membuatmu resah
Sungguh

Aku bukanlah laki-laki pada umumnya
Aku tak romantis namun humoris
Aku pun tak tahu caranya mengungkapkan rasa ini

Ku kira dengan menatapmu semua rasa gelisah ini bisa hilang
Ternyata salah
Maafkan aku, gadis kecilku

Bekasi 23 Juni 2015




Pemberdayaan Masyarakat melalui TBM

Oleh: Gita Rizki Hastari

            Era globalisasi membutuhkan solusi. Banyaknya informasi yang hadir ditengah-tengah masyarakat memaksa kita untuk terus mengikuti perkembangan informasi yang ada. Masyarakat, lembaga pemerintah atau sosial yang sadar akan perkembangan informasi, berinisiatif menyediakan sumber informasi yang semakin membludak. Salah satunya dengan membangun taman bacaan masyarakat.
Taman bacaan masyarakat (selanjutnya disingkat dengan TBM) merupakan lembaga yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat dan diperuntukan untuk masyarakat. Saat ini, banyak masyarakat yang sadar dan mulai membangun TBM guna menyediakan informasi untuk masyarakat sekitar.
Hal itu tidak luput dengan tujuan peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta yang menjelaskan bahwa salah satu tujuan didirikannya TBM selain menyediakan informasi juga menjadikan masyarakat gemar membaca. Selain itu, dijelaskan juga bahwa mencerdaskan kehidupan masyarakat dan menumbuhkan daya kreasi masyarakat termasuk tujuan pendirian TBM.
            Bukan hanya menyediakan informasi saja, namun TBM dapat juga melakukan pemberdayaan masyarakat, seperti tujuan didirikannya TBM, yaitu menumbuhkan daya kreasi masyarakat. Pemberdayaan masyarakat yang dimaksud disini merupakan upaya memberikan wewenang dan kepercayaan kepada setiap individu, serta mendorong mereka untuk terus kreatif dan inovatif.
            Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh pihak TBM bisa seperti memberikan ilmu pengetahuan kepada masyarakat, misalnya ilmu ternak lele, memasak, menanam cabai, menjahit dan lain sebagainya. Namun selain ilmu-ilmu tersebut, pihak TBM juga bisa memberikan ilmu literasi, guna meningkatkan kemampuan membaca dan menulis. Apabila ilmu literasi tersebut dipelajari secara rutin, ilmu tersebut akan menuntun kita untuk menjadi orang yang sukses.
            Salah satu TBM yang sukses melakukan pemberdayaan masyarakat melalui program literasi adalah TBM Rumah Dunia. Bagi sebagian orang, nama Rumah Dunia mungkin sudah tidak asing lagi didengar. TBM Rumah Dunia ini didirikan oleh sepasang suami istri: Gol A Ging dan Tias Tatanka, beserta teman-temannya: Toto ST Radik, Rys Revolta (alm), Maulana Wahid Fauzi dan Andi ST Trisahadi.
            Rumah Dunia berdiri pada tahun 2000. Dulunya hanya memakai halaman belakang rumah Gol A Gong seluas 1000 . Kemudian diresmikan pada tahun 3 Maret 2002, sampai akhirnya sekarang Rumah Dunia berlindung di lini sosial Yayasan Pena Dunia. Kini, Rumah Dunia sudah berdiri diatas tanah 3000
            Berdasarkan hasil penelitian, Rumah Dunia mempunyai enam usaha yang dilakukan untuk pemberdayaan masyarakat melalui program literasi. Enam program tersebut yaitu kelas menulis Rumah Dunia, citizen journalism, Gong travelling, pertunjukkan teater, bedah buku dan ode kampung.
            Jika dipahami lebih dalam lagi, literasi bukan hanya kegiatan membaca dan menulis saja. Tapi apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka dari kemampuan membaca dan menulis tersebut bisa menciptakan sebuah karya. Seperti halnya program unggulan Rumah Dunia, yaitu kelas menulis Rumah Dunia (selanjutnya disingkat dengan KMRD).
KMRD hingga saat ini telah mencapai pada angkatan 25. Dimana pada sebagian peserta yang secara serius belajar setiap pertemuannya, maka dia akan merasakan perubahan kemampuan menulis pada dirinya. Dari situ, pemberdayaan masyarakat dilakukan. Pemberdayaan masyarakat dengan program literasi merupakan cara Gol A Gong dan relawan Rumah Dunia untuk melakukan perubahan. Perubahan pun kini mulai dirasakan oleh masyarakat, seperti masyarakat yang sebelumnya kurang peduli terhadap pendidikan, kini sudah banyak masyarakat yang sangat peduli akan pentingnya pendidikan.
Namun itu semua tidak luput dari kendala yang dihadapi oleh TBM Rumah Dunia dalam melakukan pemberdayaan masyarakat. Perbedaan karakter yang datang setiap tahunnya menuntut Gol A Gong dan para relawan untuk terus merubahnya, dari yang kurang baik menuju lebih baik.
Selain itu, fasilitas sarana dan prasarana yang masih dirasa kurang memadai, menuntut Gol A Gong untuk terus memperbaikinya. Caranya yaitu dengan menerbitkan buku, nantinya royalty dari hasil penjualan buku tersebut akan disumbangkan untuk membangun fasilitas di Rumah Dunia.
Hal yang dilakukan oleh Gol A Gong dalam pemberdayaan masyarakat melalui program literasi sangat luar biasa. Diharapkan masyarakat lain ikut membantu dalam melakukan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Rumah Dunia. Kelak nanti bukan hanya Rumah Dunia saja yang dapat melakukan pemberdayaan masyarakat melalui program literasi. Namun TBM yang lain pun dapat melaksanakan apa yang sudah dilakukan oleh Rumah Dunia.

Gita Rizki Hastari
Mahasiswa jurusan Ilmu Perpustakaan
UIN Jakarta
(pernah dimuat di harian Radar Banten)