Senin, 02 Mei 2016

Memantaskan 10

Ikhlas Melepasmu

            Aku hampir lupa bagaimana dulu rasanya jatuh dan bagaimana rasanya sakit karena cinta. Hingga akhirnya ketika hati mulai tumbuh virus-virus merah jambu (lagi), aku tak mempersiapkan kalau suatu hari nanti akan jatuh (lagi).
            “kamu nggak apa-apa kalau jatuh, nanti aku yang tangkap.” Begitu katamu saat pertama kali kita kenal.
            Tapi nyatanya kini aku benar-benar jatuh dan kamu entah di mana.
            Ah… Mengapa harus selemah ini!
Aku tahu kejadian ini pasti akan terjadi suatu hari nanti dan itu hari ini. Sepagi ini, di mana kamu benar-benar mundur dan pergi dari kehidupanku.
            Aku tak pernah menyalahkanmu seutuhnya, sungguh. Aku pun tak bisa sepenuhnya meyakinkanmu untuk tetap bersamaku. Mungkin kamu merasa tertekan dengan statusku dulu yang hampir menyempurnakan separuh agama. Tapi sungguh, setelah kejadian itu bahkan sampai detik ini aku pun belum memikirkan sampai sejauh itu (lagi). Aku hanya tanya keseriusanmu, lalu salahkan?
            “Sudah, Sha nggak usah dipikiran lagi. Belum tentu juga dia mikirin kaya lo gini.” Kata Rahmah ketika malam hari aku bermain ke rumahnya.
            “Nggak tahu. Sudah nggak mau bahas lagi. Cuma butuh ketenangan.” Jawabku saat itu.
            “Setelin Surah Yasin dong.” Lanjutku pada Rahmah.
            Entah mengapa setiap hati mulai resah, hanya dengan mendengarkan Surah tersebut hati perlahan mulai tenang.
      “Baru beberapa bulan kan? Masih bisa move on lah. Yang bertahun-tahun aja bisa, walau butuh hitungan tahun juga sih ya buat move onnya Hehe. Ayolah jangan lemah karena hal ini.” Rahmah terus menyemangatiku. Walau nggak ngaruh sama sekali sama diri ini
  Kalau terus-terusan seperti ini, sudut pandangku tentang cinta bisa berubah sepenuhnya!
            Ah kenapa harus kalah dengan perasaan. Sadar, Sha, kamu jatuh karena cinta bukan cuma kali ini. Ini yang ke dua kan? Dan harusnya kamu bisa lebih kuat lagi, bisa lebih menghadapi situasi yang seperti ini. Lalu mengapa lagi dan lagi harus dilarikan ke tempat yang berbau obat-obatan lagi, kenapa?
            Teringat dulu, ketika pertama kali jatuh dan saat itu masih menjadi mahasiswa. Nyaris saja diri ini lepas control.
“Kakak, kakak tuh kuat, kakak tuh hebat, pintar. Lalu kenapa harus jatuh hanya karena perasaan. Kenapa, Kak?” Tanya Nadia dulu, ketika pertama kali jatuh.
“Aku bod*h dan lemah kalau untuk urusan ini!” Jawabku asal.
“Sudahlah, Kak. Mungkin Allah cemburu sama Kakak. Kakak yang cinta sama dia daripada Dia.  Makanya Kakak ditegur sama Dia. Syukur-syukur tegurannya masih halus, loh. Bagaimana kalau Dia negurnya melebihi ini?”
Ah, Nad… Nyatanya dalam hal ini kamu lebih bijak. Aku jadi kangen!
Iya, mungkin Allah cemburu. Bagaimana mungkin kita sebagai manusia berharap kepada sesama manusia? Yang seharusnya harapan itu hanya kepada Dia. Mungkin ini jalan terbaik untuk aku, pun untuknya. Toh, kalau jodoh tak akan pernah tertukar. Dan jika mencintainya, masih ada cara lain yang bisa jadi sebagai jurus pamungkas, yaitu mendoakannya.
“Tuhan, Jodohkan!”
Terima kasih, cinta, aku tak akan pernah menyalahkanmu yang sempat singgah~

Sehebat apapun ku pertahankan, tak kan pernah bisa kulawan segala ketetapan yang Tuhan tuliskan. Kusadar ini jawaban yang Tuhan berikan, dengan pasrah, engkau kuikhlaskan. OST KH2M-Ikhlas Melepasmu.

“Maka beruntunglah kamu yang dicintai seseorang. Karena namamu tak akan pernah luput dari setiap sujudnya. Pun di sepertiga malamnya. “Carissa Githa

Cilegon, 1 Mei 2015



Tidak ada komentar:

Posting Komentar