Cinta…
Apa kabar?
Semoga dirimu baik-baik saja
Hati? Insya Allah sehat
Asalkan jangan ada dusta
diantara kita *eaaa hahaha
Sore
itu di kampus tercinta…
Rasanya aku sudah lama sekali tak
bertemu dengan Rani, teman kuliahku dulu. By
the way, sekarang aku sudah lulus kuliah loh. Yippiee akhirnya bisa
memberikan kado terindah untuk ke dua orang tua hehe. Lalu, hati apa kabar?
Sehat! 100 kali lipat lebih sehat dibanding sebelum-sebelumnya. Hahaha. Aku
senang, bahagia, rasanya beban yang selama ini bersarang di hati akhirnya
terlepas semua.
Beberapa
minggu yang lalu aku habis bertemu dengan Rani. Kita janjian di kampus. Kenapa
harus di kampus? Maklum sajalah, hati kita, aku terutama, masih belum bisa move
on dari kampus, dari kuliner tepatnya, hahaha.
“Sha…”
Rani membuka pembicaraan.
“Yo
Kenapa? Sehat, Ran? Hehe.”
“Ya
seperti yang kamu lihat. Tapi…”
“Etts
Kenapa nih?” Potongku cepat, mencium-cium tanda curiga *sok taunya kumat*
“You know me lah…”
“Abang
Roma, lagi?” Tanyaku menerka-nerka.
Dijawab
dengan anggukan.
“Ah Rani… Cukup hentikan ini semua, aku sudah
nggak kuat. Kenapa kamu masih mau bertahan sama orang yang sudah membuatmu
sakit dan cemburu? Sekejam itukah cinta?” Batinku seolah menjerit. Sebenarnya
agak malas mendengarnya ketika aku tahu pembahasannya seputar Bang Roma (Baca
diseri memantaskan 4).
“Apa
lagi kali ini?” Tanyaku menyelidik.
“Si
penganggu.”
“Huuft.”
Nafasku terasa berat.
Ini
masalah Rani, kenapa juga aku yang bukan siapa-siapa harus ikut campur. Tapi
bagaimana pun juga dia tetap temanku, teman satu kampusku. Bukankah sesama
manusia harus saling membantu? Dan sebaik-baiknya manusia adalah yang berguna
untuk orang lain. Ya, aku mau berguna untuk Rani, kali ini.
“Tinggalin!”
Jawabku sebal.
“Tapi
kan, Sha…”
“Ah
kamu… setiap kali cerita, aku selalu dengar. Tapi setiap aku kasih solusi, kamu
ngeles mulu. Ya aku bingung jadinya sama kamu.”
“Ya
habisnya itu cewek nyebelin. Kan Roma sudah jadi pacar aku sekarang.” Dia
bercerita dengan muka ditekuk.
“Baru
pacar, masih bisa cari yang lain.” Aku mulai ketus dengan Rani.
Bukannya aku tak suka, hanya saja
kasihan. Meskipun Bang Roma sudah bilang ini itu, tapi kalau masih ada
mantannya yang mengganggu dan mengharapkannya, ya mau bagaimana lagi. Aku juga
sebal kalau ada di posisi Rani dan aku lebih memilih pergi daripada ngeributin
Bang Roma. Ih siapa dia yang di ributin mulu. Lama-kelamaan dia bakal besar
kepala karena merasa dirinya lebih dari segalanya sampai ada dua perempuan yang
memperebutkannya. Iyuh~
Eh… Maap nggak bermaksud ngejelekin
juga. Tapi ya jadi perempuan think smart
dikitlah. Jangan sampai ribut cuma karena masalah sepele, apalagi masalah
pacar, yang statusnya masih bisa diambil orang lain *earaaa
Di luar sana, masih banyak cowok
yang jauh lebih baik dan mungkin jauh lebih setia dari dia yang sekarang.
Syukur-syukur ada yang langsung mau melamar, hihi. Satu kuncinya, IKHLASIN. Toh
buat apa dipertahanin kalau hanya bikin sakit hati saja?
”Coba pikirin, kamu sama dia lebih
banyak senangnya atau sakit hatinya?” Aku kembali bertanya.
“Eh… Ng… Senangnya, tapi.. Eh..”
“Ah kamu saja jawabnya masih
ragu-ragu gitu.” Lirikku kepada Rani dengan muka sebal.
“Sudahlah tinggalin saja. Masih
banyak ikan di lautan.”
“Memangnya kamu mau mincing, Sha?”
Tanya Rani pura-pura.
“Rani…” Hah aku mulai sebal
dengannya.
Sudahlah lebih baik mundur kalau
permasalahannya masih di situ-situ saja. Apalagi sampai melibatkan orang ke
tiga.
“Aku
menyerah, Ran.” Batinku~
***
Pertemuan sore itu tak menghasilkan
apa-apa.
Damkar, 9 April 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar