Mengingat
kebutuhan informasi yang semakin diminati oleh masyarakat, banyak pihak yang
berlomba-lomba untuk menyediakan fasilitas informasi tersebut. Baik itu melalui
internet atau sumber bacaan tercetak. Tidak jarang juga pihak lembaga sosial
atau pemerintahan menyediakan perpustakaan sebagai salah satu tempat mencari
bahan bacaan.
Perpustakaan
bukan hal yang baru di kalangan masyarakat. Mulai dari sekolah-sekolah,
perguruan tinggi, kantor bahkan sudah banyak pihak pemerintah yang membangun
perpustakaan umum untuk memenuhi kebutuhan informasi masyarakat.
Lalu bagaimana perpustakaan tersebut
bisa dapat melayani masyarakat yang haus akan kebutuhan informasi? Tentunya
dalam hal ini memerlukan seseorang yang ahli atau professional yang bisa
mengelola perpustakaan dengan baik dan benar, yang bisa melayani pemustaka dan
memenuhi kebutuhan informasi yang mereka inginkan.
Orang itu
adalah pustakawan. Seseorang yang mungkin dipandang sebelah mata oleh
masyarakat. Banyak masyarakat bahkan
pemerintah yang masih kurang paham dalam hal mengelola perpustakaan, sehingga
mereka berpikir tidak memerlukan seseorang yang ahli untuk mengurus perpustakaan.
Padahal itu salah. Sebenarnya antara perpustakaan dan pustakawan merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, seperti dua sisi mata uang.
Mengapa
demikian? Karena pustakawan adalah orang yang bisa mengelola dan menemukan
serta menentukan jenis informasi apa yang paling tepat dibutuhkan pemustaka.
Layaknya seorang dokter, pustakawan mempunyai metode penanganan tersendiri
untuk membantu pemustaka agar informasi yang mereka butuhkan tidak salah dan
bisa cepat ditemukan.
Namun pada
kenyataannya tidak begitu. Di perpustakaan, terutama perpustakaan sekolah atau
perguruan tinggi, masih menganggap pustakawan itu tidak penting. Jika sudah ada
orang yang bisa bertugas menjaga buku dan mengelola buku seadanya saja, lalu apa
gunanya pustakawan yang nantinya juga hanya sekedar menjadi penjaga
perpustakaan saja. Kira-kira seperti itu kebanyakan orang berpikir. Jika
sesederhana itu, lantas mengapa ada beberapa universitas di Indonesia bahkan
luar negeri membuka jurusan ilmu perpustakaan sampai gelar doktor?
Tidak usah
jauh-jauh, di Kota Cilegon, masih banyak sekolah bahkan perguruan tinggi yang
memandang perpustakaan hanya sebagai gudang buku yang tidak memerlukan orang yang
ahli untuk mengelolanya. Sehingga perpustakaan itu hanya ala kadarnya saja
dalam menyediakan informasi atau untuk tata ruang perpustakaan. Hal ini tentu
berdampak pada image perpustakaan itu sendiri. Pemustaka jadi memandang
perpustakaan tidak lain hanya sebagai tempat mencari buku-buku pelajaran, jika
tidak terdesak oleh tugas mereka tidak akan berkunjung ke perpustakaan. Padahal
jika ditinjau dari salah satu fungsi perpustakaan, perpustakaan berperan
sebagai sarana rekreasi, bukan edukasi semata.
Jika kita
melihat perpustakaan di kota-kota besar, misalnya Jakarta, Bandung atau
Yogyakarta, mereka banyak yang berlomba-lomba membuka lowongan untuk
pustakawan, baik di sekolah atau perguruan tinggi. Mereka menyadari kalau perpustakaan
harus dikelola dengan orang yang benar-benar ahli di bidangnya, bukan
sembarangan orang.
Hal ini
berbeda sekali dengan Kota Cilegon. Hampir di setiap sekolah yang ada di Kota
Cilegon, tidak ada tenaga ahli yang digunakan untuk mengelola perpustakaan.
Bahkan ada beberapa sekolah yang menempatkan guru di perpustakaan karena guru tersebut kekurangan
jam mengajar. Begitu juga di perguruan tinggi. Jika pun ada pustakawan, kadang
dari pihak pimpimpan tidak mendukung untuk memajukan perpustakaan lebih layak
dan berfungsi jauh lebih baik. Jadi perpustakaan hanya seperti itu saja,
bagaikan gudang buku, sehingga tidak memuaskan pemustaka.
Dengan
melihat fenomena seperti ini, tentunya diperlukan kesadaran akan pentingnya
pustakawan untuk mengubah perpustakaan menjadi lebih baik. Kesadaran ini
tentunya dimulai dari pihak pemerintah atau pimpinan di sekolah atau perguruan
tinggi. Jika mereka sudah menyadari akan pentingnya peran pustakawan, tentunya
perpustakaan yang berada di lembaga tersebut akan menjadi lebih baik. Lain
halnya jika pemimpin tersebut tidak menyadari, tentunya perpustakaan tidak akan
berkembang dan tidak bisa maksimal untuk memenuhi kebutuhan informasi pemustaka.
Tentu dari semua hal tersebut didukung dengan penyediaan fasilitas yang memadai
dari pihak lembaga yang bersangkutan.
Radar Banten, 1 April 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar