Allahuakbar… Allahuakbar… Allahuakbar…
Suara gema takbir mulai terdengar di
seluruh penjuru kampung. Pagi tadi, kami
seluruh umat Muslim di Indonesia merayakan kemenangan setelah satu bulan penuh
berpuasa.
Menang? Menang dari apa? Sedangkan
aku masih saja lalai menjalankan perintah-Nya , bahkan di bulan yang Kau
muliakan.
Ah… Rasanya waktu berlalu begitu
cepat.
Hingga tak terasa Ramadhan telah
pergi meninggalkan kita semua. Ramadhan yang begitu indah, namun masih saja
kita sia-siakan keberadaannya. Mengabaikan segala amalan yang bisa kita
dapatkan hanya pada Ramadhan.
Rasanya berat sekali membiarkannya
pergi. Setelah sibuk berbenah dan merevisi sajadah niat, khusyu menikmati
bercinta dengan Rabbnya dalam iktikaf di sudur-sudut masjid, ada juga yang
dengan merdunya melantunkan tilawah dan ada yang kecewa karena belum menemukan
halalnya :D
“Kakak… Maaf lahir dan batin, ya.”
Satu buah pesan muncul dilayar androidku.
“Salam santun dan salam ukhuwah.
Dari Na dan keluarga.”
Aku diam sesaat memandangi tulisan
itu.
“Na, sudah berkeluarga?” Tanyaku
kaget.
“Hih. Mulai.”
“Ahaha. Maafkan. Maaf lahir dan
batin juga ya, orang yang selalu ngaku-ngaku jadi adek :P” Balasku.
Nadia, adik kelasku sewaktu kuliah
dulu. Kami kenal di salah satu organisasi ekternal kampus. Mulai akrab ketika
diberi amanah untuk sama-sama membimbing anak-anak baru. Dia yang dengan
alih-alih ngaku sebagai ‘adik’ bisa masuk ke acaraku begitu saja, gratis. Dia
yang bisa aku tipu dan jadi bahan bullyan ketika ketemu, dia juga yang
memberiku semangat dikala gundah.
“Halal sudah tampak, Kak?” Pesan
berikutnya muncul.
“Heh. Baru maafan ya. Sudah bikin
masalah saja.”
“Wee mulai juteknya. Na kan cuma nanya.”
Tepat sudah dua tahun berlalu,
ketika aku benar-benar memutuskan untuk tidak terikat hubungan dengan laki-laki
siapa pun. Aku masih ingin bebas. Walaupun tak terpungkiri niatan itu sudah ada
dari satu tahun yang lalu, hanya saja…
Ah sudahlah…
Nyatanya mereka yang kutolak, tak
berapa lama kemudian dapat bersama perempuan lain. Biarkan, berarti
perjuangannya cuma sampai disitu. Kesabarannya hanya sebatas status ‘pacar’
yang selama ini aku masih belum tertarik.
“Kamu itu… Hih! Susah ya
ditaklukinnya. Haha.” Begitu kata Rohman, salah satu seniorku dulu yang sering
kuceritakan masalah apapun.
Ramadhan, aku benar-benar tak ingin
kehilanganmu. Aku masih ingin bersenda gurau denganmu, menghabiskan hari demi
hari dengan penuh keberkahan. Menahan
haus dan lapar, amarah serta hawa nafsu sebulan lebih. Aku ingin kamu
tetap di sini. Sungguh.
Namun nyatanya kamu telah pergi,
meninggalkan kami. Akan ada rindu untuk menantimu kembali, sebelas bulan
kemudian. Semoga nanti kita dapat bertemu kembali, Ramadhan. Kan kutunggu.
Seiring nampaknya hilal kemarin, semoga halal segera muncul~
Salam,
Dari
yang merindukanmu, Ramadhan
Depok,
7 Juli 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar