Tatapan gadis itu, tak pernah kulihat
sebelumnya. Sendu dan layu. Bagaikan tatapan seorang yang kelelahan
Aku pikir dia gadis yang kuat. Sungguh aku
tak mengetahuinya jika dia selemah ini
Dan ketika kukatakan “Aku pergi.”
Sorot matanya bak seperti tatapan mata
kucing yang meminta belas kasihan. Menunjukkan bahwa dia tak menginginkan hal
ini terjadi.
Matanya terlihat memerah, butiran-butiran kristal
mulai mengalir di pipinya yang putih nan kemerahan
“Aku pergi.” Kukatakan hal yang sama lagi
padanya
Namun dia hanya menunduk. Tak memberanikan
diri untuk menatapku
Aku pun duduk disebelahnya, namun dia
menghindar. Kini semakin terlihat jelas bahwa pipinya telah basah
Waktu pun berlalu begitu saja. Dan gadis
itu masih tetap diam dan bisu. Seolah aku bukanlah orang yang dirindunya lagi
Sungguh. Aku tak ingin seperti ini. Tapi
aku harus meninggalkannya dalam diam bersama heningan malam
Selamat tinggal gadis bermata sendu
Cilegon, 6 April 2015
***
Wahai, Tuan
Tak tahukah engkau bahwa gadis bermata
sendu itu telah tumpah sedihnya?
Dalam heningan malam
Dia berusaha menguatkan dirinya
Namun apa, Tuan
Kau tak tangkap lirihnya
Kau bilang ini tak mengapa
Sesungguhnya
Diamnya menyembunyikan sejuta kepahitan
Berusaha merenda waktu
Yang telah disia-siakan
Semoga
Kita dapat bertemu lagi, Tuan
Suatu hari nanti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar