World
Book Day 2016 yang jatuh pada 23 April 2016 ini merupakan kado terindah di hari
lahir yang ke 23 tahun.
Rasanya
bagaimana?
Kalau
nggak senang, berarti gue nggak normal! Hahaha.
Jelaslah,
ini buku yang gue tulis sendiri, hasil ngegalau dan pemikiran sendiri. Setelah
lima tahun nulis kumpulan antalogi di sana-sini, serta cerpen dan artikel yang
sudah beredar di koran Banten.
Kalau
ditanya, kenapa milih nulis buku ini yang keliatannya Islam banget, gue juga
nggak tahu. Hehe.
Pun untuk jenis bacaan,
gue merupakan penikmat karya-karyanya Djenar Maesa Ayu yang tulisannya terkenal
‘liar.’ Bahkan dulu ketika masih kuliah, sebagian besar cerpen yang gue tulis
hampir terpengaruhi gayanya Djenar atau Tere Liye dengan penuturan alur cerita
yang luwes dan detail. Terus kenapa bisa
tersesat sejauh ini dan menulis non-fiksi yang islami banget?
Kalau mereka yang tahu
ketika pertama kali saya nulis ini pasti langsung menjawab “Nulis beginian
karena habis patah hati. Haha.” Mereka nggak salah, mereka benar.
Bagi mereka yang kenal
gue selama jadi mahasiswa, mungkin teman-teman gue kebanyakan cowok, pacaran
dari dulu nggak pernah yang namanya patah hati, paling banter patah hati sehari
doang, besok-besok sudah lupa. Baru waktu itu saja yang hampir khilap. Sampai
sakit banget dan harus keluar-masuk Rumah Sakit. *oke yang ini terlihat lebay,
tapi ini benar.
Tapi untungnya gue
berada di lingkungan UIN yang katanya agamais banget. Jadi sekhilap-khilapnya
gue masih punya teman-teman yang baik.
Jadi waktu itu gue
terinspirasi kenapa nggak gue bikin cerita saja ya, Tapi justru salah satu
teman ada yang bilang,
“Nanggung, Git. Jadiin
buku motivasi Islam saja. Jadi pakarnya kan lo sekarang. Lihat saja tuh
bacaan-bacaan lo sekarang. Hahaha.”
Saat itulah untuk
pertama kalinya otak gue mulai diracunin bacaan sejenis Felix Siauw dan saat itu
gue paham kenapa Islam melarang umatnya buat pacaran. ‘Karena takut patah hati.’
dan ini patah hati ke dua setelah buku ini launching.
“Kamu kapan jatuh
cintanya, sudah patah hati saja?” Haha abaikan~
Gue sadar ketika nulis
ini, mereka pada bilang kalau “status” gue bakal jadi pertaruhan. Ya dulu sih
gue selow-selow saja karena saat itu nggak kepikiran buat pacaran dulu. Pun
kalau pun nanti jatuh cinta, akan jauh lebih hati-hati dalam menjaga hati.
Jadi seperti itulah sedikit
proses kenapa buku ini bisa lahir. Bukan berarti gue sudah alim terus nggak akan pacaran lagi. Namanya
manusia, kadang suka khilap. Kalau berpikiran gue yang seperti itu, mungkin
perlu kenalan lagi sama gue. Hehehe
So, Yakin (masih) mau
pacaran?
Hmm… Ntar dulu ya!
Hahaha
Salam,
Cilegon, 6 Mei 2015
Semoga Istiqomah ya...
BalasHapusya Istiqomah...Namamu Istiqomahkan...apa? bukan? oh ya Namamu Gita... hehe...
Selamat Ya...
(Dari kakak kelasmu...)